Tingkatkan Kapasitas SDM, Inovasi Teknologi dan Kendalikan HPT Demi Kejayaan Kakao
Permintaan kakao mengalami peningkatan 3% per tahun dan diperkirakan permintaan kakao dunia pada tahun-tahun ke depan akan selalu meningkat. Hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia sebagai salah satu negara penghasil dan pengekspor kakao terbesar di dunia.
Dikutip dari pertanian.go.id, kondisi pertanaman kakao di Indonesia 17% tanaman rusak (TR), 17% tanaman belum menghasilkan (TBM) dan 67% tanaman menghasilkan (TM). Dari data statistik perkebunan 99% tanaman kakao diusahakan oleh perkebunan rakyat (PR). Sejak tahun 2011 sampai tahun 2021 produksi kakao Indonesia mengalami penurunan dan produktivitasnya belum bisa mencapai optimal. Selain itu, pengembangan perkebunan kakao nasional saat ini belum optimal, masih banyak kendala baik di hulu maupun di hilir yang memerlukan penanganan yang lebih intensif, terintegrasi dan berkelanjutan.
Merespon kondisi ini, Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan khususnya Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar terus melakukan upaya dalam menghadapi tantangan pengelolaan perkebunan kakao nasional, demikian disampaikan Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar diwakili Gento Widayanto, Koordinator Tanaman Penyegar dalam membuka kegiatan Bimtek Tanaman Kakao di BSIP Tanaman Industri dan Penyegar, Kab. Sukabumi (14/2).
Menurut peneliti dari BSIP Tanaman Industri dan Penyegar permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan kakao di Indonesia antara lain dampak perubahan iklim mengakibatkan perubahan perilaku OPT. Kondisi tanaman yang sudah tua dan tidak produktif, kurangnya intensitas pemeliharaan kebun (terutama perkebunan rakyat), serangan OPT dan tidak menerapkan Good Agricultural Practices (GAP) secara konsisten. Selanjutnya, terjadinya degradasi tanah dan penanganan pascapanen belum sesuai GHP dan sebagian besar biji kakao belum difermentasi.
Selain itu, meningkatnya harga agro input seperti pupuk dan pestisida. Kemudian, masih terbatasnya kemitraan antara pengusaha atau industri dengan pekebun. Dan yang terakhir, akses terhadap permodalan untuk pengembangan komoditi kakao masih sangat terbatas.
Permasalahan utama pada perkebunan kakao rakyat, seperti rendahnya produktivitas dan mutu sehingga tidak memenuhi standar ekspor. Rendahnya produktivitas kakao antara lain disebabkan serangan Organisme Pengganggu Tanaman.Sehingga pengendalian terhadap hama dan penyakit tanaman kakao perlu dilakukan dengan tujuan menekan perkembangan populasi hama dan patogen agar tidak merugikan secara ekonomis dan meningkatkan ketahanan tanaman. Upaya pengendalian hama dan penyakit pada komoditas kakao dapat dilakukan dengan pengendalian jangka pendek dan jangka panjang. Upaya pengendalian jangka pendek dengan menerapkan implementasi pengendalian hama terpadu (PHT) yaitu Kultur Teknis (pangkasan, pemupukan, panen sering), Sanitasi (pembenaman kulit buah dan plasenta),
Selain itu langkah praktis dalam mengatasi permasalahan komoditas kakao dengan meningkatkan peran petani dan penyuluh serta pengamat OPT dalam kegiatan pemuliaan dan pengendalian. Perlunya inovasi teknologi untuk peningkatan produktivitas, mutu dan ketahanan kakao melalui proses perakitan varietas unggul baik hibridisasi, introduksi, mutasi dan rekayasa genetik. Peningkatan standar mutu kakao hulu hilir. Sinergi antar Kementerian Lembaga baik pemerintah maupun swasta. Dalam kondisi ideal seperti penggunaan benih unggul, budidaya sesuai GAP, penanganan OPT, pengolahan pasca panen akan menghasilkan biji kakao yang memenuhi standar SNI sehingga akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing kearah ekspor yang berkelanjutan dan permasalahan komoditas kakao selama ini dapat diatasi.
Bagikan: