4 Jul 2023 | Beras, Berita
Konsumsi beras mencapai 91 kg per kapita per tahun. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan 25,1 juta ton beras untuk memenuhi kebutuhan pangan 276 juta penduduk (2023).
Luas sawah di Indonesia pada 2019 mencapai 7,46 juta hektare (ha) dan mengalami penurunan setiap tahun. Artinya, perlu menghasilkan beras minimal 3-4 ton per ha per tahun demi mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Pemenuhan kebutuhan beras itu kian terkendala karena perubahan iklim. Badan Pangan Dunia (Food and Agricultural Organization, FAO) pun menyatakan Indonesia paling rentan terdampak perubahan iklim.
Koordinator Kerja sama dan Pendayagunaan Hasil Standardisasi, Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Padi, Dr. Suprihanto, S.P., M.Si., sebagaimana dilansir trubus.id, mengatakan, perubahan iklim menyebabkan kesulitan memprediksi musim hujan dan kemarau.
Selain itu serangan hama penyakit meningkat berimbas turunnya panen padi. Fakta menunjukkan perubahan iklim berkaitan erat dengan faktor lain seperti kesuburan tanah rendah dan serangan hama penyakit tinggi yang berperan terhadap penurunan hasil panen padi.
“Dampaknya terjadi kesenjangan antara potensi hasil panen dibandingkan dengan hasil panen aktual,” tuturnya.
Suprihanto mencontohkan potensi panen sawah irigasi dan tadah hujan masing-masing 9,5 ton per ha dan 9,3 ton per ha. Namun, hasil panen aktual masing-masing hanya 6 ton dan 4,7 ton per ha. Artinya, ada kesenjangan 3,5 ton per ha dan 4,6 ton per ha.
Menurutnya salah satu solusi menghadapi perubahan iklim dengan menggunakan varietas unggul baru (VUB) yang adaptif sesuai dengan agroekosistem. Agroekosistem yakni tempat atau lokasi budidaya padi antara lain sawah, lahan kering, dan rawa.
Setiap agroekosistem berpotensi mengalami penurunan hasil panen imbas perubahan iklim. Contoh saat menghadapi curah hujan tinggi (la nina) bisa menggunakan VUB adaptif toleran banjir atau rendaman. Sebut saja jenis Inpari 29 Rendaman dan Inpari 30 Ciherang Sub 1.
Kedua varietas unggul itu memiliki keunggulan toleran rendaman. Umur panen kedua varietas itu 110-111 hari setelah semai (HSS) dengan potensi panen 9,5-9,6 ton per ha. Sementara VUB untuk menghadapi kekeringan (el nino) antara lain Inpago 8 dan Inpago 9.
Keunggulan dua VUB itu toleran kekeringan dan berpotensi hasil panen masing-masing 8,1 ton dan 8,4 ton per ha. Umur panen 119 HSS dan 109 HSS. Keunggulan lain kedua VUB itu toleran serangan blas atau bercak daun akibat serangan cendawan Pyricularia grisea dan wereng batang cokelat (Nilaparvata lugens).
25 Jun 2023 | Beras, Berita
Padi merupakan makanan pokok penduduk Indonesia, namun pada umumnya varietas padi yang ada memiliki kandungan Zn (Zinc) yang rendah. Dialnsir dari pertanian.go.id, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) berinisiatif meluncurkan varietas baru kaya kandungan Zn untuk mengatasi kekurangan gizi besi yang cukup banyak dialami Indonesia.
Permasalahan kekurangan gizi besi memang merupakan permasalahan serius bagi dunia dan Indonesia. Sekitar 30 persen penduduk dunia termasuk Indonesia, terutama anak-anak, beresiko menderita kekurangan gizi Zn. Selain berakibat menurunnya daya tahan tubuh, produktivitas, dan kualitas hidup manusia, kekurangan gizi Zn juga menjadi salah satu faktor kekerdilan atau stunting yang prevalensinya cukup besar dan merata di Indonesia.
“Dalam upaya meningkatkan nilai gizi sekaligus untuk mengatasi kekurangan gizi besi pada masyarakat kami akan melakukan langkah melaui biofortifikasi, yaitu perakitan varietas padi dengan kandungan Zn tinggi,” kata Kepala BB Padi Priatna Sasmita.
Priatna menyatakan, hal tersebut telah dirintis antara lain di IRRI sejak tahun 2000-an, dan telah menghasilkan galur-galur yang diuji di negara-negara kolaborator seperti IRRI (International Rice Research Institute), dan Harvest Plust Project (kolaborasi CIAT dan IFPRI). Material pemuliaan tersebut telah diuji di negara-negara kolaborator penelitian, antara lain Philippines, Bangladesh, dan Indonesia.
Pengujian materi pemuliaan padi Zn tinggi dari IRRI mulai diuji di Indonesia pada tahun 2009 dan diintensifkan mulai pada tahun 2013. Pemurnian dan seleksi materi-materi pemuliaan tersebut telah menghasilkan galur-galur harapan yang mulai diuji multi lokasi pada tahun 2016,
“Pada tahun 2016-2017, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian melakukan Uji Multi Lokasi galur-galur dengan kandungan Zn tinggi di beberapa provinsi dipulau jawa, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Barat,” ” jelas Priatna.
Galur-galur yang dimaksud antara lain: IR97477-115-1-CRB-0-SKI-1-SKI-0-2 (Inpari 46 Nutri Zinc), IR99680-3-CRB-0-SKI-1-SKI-2-5 (Inpari 47 Nutri Zinc), dan IR99270-34-2-1 (Inpari 48 Nutri Zinc). Setelah melalui beberapa metode pengujian dari mulai uji multi lokasi, pengujian ketahanan hama penyakit, pengukuran Zn sampai evaluasi karakter mutu gabah dan fisiko kimia beras, tiga galur tersebut memiliki kandungan Zn tinggi.
Dari 3 galur yang diusulkan, galur Inpari 46 Nutri Zinc dinyatakan lulus untuk dilepas sebagai varietas unggul oleh tim penilai pelepas varietas tanaman pangan, dibawah koordinasi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan pada sidang pelepasan varietas yang dilaksanakan di Bogor pada 3 Oktober 2018).
Varietas Inpari 46 Nutri Zinc memiliki kadar amilosa 16,6% dan potensi kandungan Zn 34,5i ppm. Pelepasan galur-galur sebagai varietas baru, diharapkan akan mampu meningkatkan nilai gizi masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya dibeberapa tempat dapat mengatasi kondisi gizi Zn buruk yang ditandai antara lain dengan adanya prevalensi kekerdilan (stunting) yang tinggi.
“Galur-galur yang diusulkan tersebut memiliki kandungan Zn dalam beras paling tinggi diantara galur yang diuji, sehingga sangat prospektif untuk dilepas sebagai varietas padi unggul baru dengan keunggulan kandungan Zn tinggi, produktivitas tinggi, tahan WBC, Blas, dan Tungro, serta rasa nasi enak dan pulen”, ungkap Priatna.
Lebih lanjut Ia menambahkan bahwa langkah ini sangat strategis karena padi merupakan sumber makanan pokok penduduk Indonesia. Ia berhadap Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) bisa melakukan perakitan varietas yang memiliki kandungan gizi target antara lain Zn yang tinggi, sesuai dengan tingkat yang dibutuhkan.
“Mudah-mudahan setelah SK pelesapasan varietas tersebut terbit, benihnya dapat segera diperbanyak agar bisa segera dikembangkan untuk dimanfaatkan petani. Kedepan, varietas ini akan menunjang upaya menjaga ketahanan gizi masyarakat dan ketahanan pangan nasional,” terang Priatna.
Dengan lulusnya varietas Inpari 46 Nutri Zinc tersebut, diharapkan bisa memberikan alternatif bahan tanaman bermutu kepada petani di lahan sawah irigasi dengan kandungan gizi Zn tinggi, rasa nasi disukai, relatif tahan terhadap hama/penyakit utama, dan daya hasil relatif tinggi.
Bagikan: